Istighfar Kunci Rizki Yang Terlupakan
ISTIGHFAR KUNCI RIZKI YANG TERLUPAKAN
Tak satu pun manusia yang tidak suka terhadap harta. Tiada seorang pun bani Adam yang tidak senang jika rizkinya melimpah. Tiada seorang insan pun yang tidak gembira bila kekayaannya semakin bertambah. Allâh Yang Maha Mengetahui telah menguraikan jati diri makhluk yang bernama manusia dalam firman-Nya :
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. [al-Fajr/89:20]
Cinta harta dan dunia adalah sifat dasar manusia, dan yang menjadi pembeda adalah keimanan dan ketakwaan yang tersimpan dalam dada; Seberapa jauh bisa mengendalikan diri dalam mencarinya; Seberapa kuat bisa memimpin diri dalam memperolehnya.
Ironis, banyak manusia mengadu nasib demi mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan cara semaunya, tanpa peduli apakah cara itu mengundang murka Allah Azza wa Jalla atau tidak ?! Bahkan tanpa apakah itu akan memancing siksa-Nya. Betapa banyak kaum Muslimin meminta harta kepada penunggu pohon yang dianggap bertuah. Tidak sedikit manusia yang mengaku Muslim mengumpulkan kekayaan dengan memuja dan berdoa kepada benda-benda pusaka yang dianggap keramat. Na’ûdzubillâh min Dzâlik.
Di sisi lain banyak juga kaum muslimin berbaju Islam, tapi prinsip hidupnya adalah ideologi komunis, yaitu “tujuan menghalalkan segala cara.” Yang penting menghasilkan banyak uang, cara apapun boleh dan pasti akan ditempuh, meskipun harus menghisap darah saudaranya dengan berbagai praktek riba, renten dan beternak uang. Mereka menari-nari diatas penderitaan orang lain, bahkan gembira berenang dalam sungai darah makhluk sejenisnya.
Demi Allâh, harta yang diperoleh dengan cara-cara tersebut tidak akan pernah diberkahi, bahkan tidak akan bisa memberikan kebahagian hakiki bagi pemiliknya di dunia, sampai di akherat. Sebaliknya, harta-harta itu justru sangat berpotensi mendatangkan siksa dan petaka yang tiada diterperikan. Semoga kita senantiasa dalam penjagaan Allah Azza wa Jalla.
Di waktu yang sama, ternyata Allâh Dzat Maha Pemberi rizki segenap makhluk-Nya, telah memberikan kunci pengundang rizki. Kunci ini banyak dilalaikan manusia. Jangankan oleh orang yang tidak mengetahuinya, orang yang mengetahuinya pun kadang meremehkannya. Cara dan kunci yang teramat mudah dengan keampuhan tiada tara, melalui lisan Nabi-Nya Nuh Alaihissallam kepada kaumnya, diabadikan dalam firman Allah Azza wa Jalla :
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا﴿١٠﴾يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا﴿١١﴾وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabb kalian, karena sesungguhnya Dia adalah Sang Maha Pengampun-!’ Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anak kalian, dan mengadakan untuk kalian kebun-kebun, serta mengadakan (pula di dalamnya) untuk kalian sungai-sungai. [Nûh/71:10-12]
Generasi sahabat memberikan teladan dalam pengamalan ayat yang mulia ini. Muthorrif meriwayatkan dari asy-Sya’biy bahwa Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu pernah memimpin kaum Muslimin melakukan istisqâ’ (minta hujan). Anehnya, beliau Radhiyallahu anhu tidak banyak meminta kecuali memperbanyak istighfâr sampai beliau Radhiyallahu anhu pulang. Seseorang bertanya kepadanya, ”Kami tidak mendengar anda meminta hujan?!” Beliau Radhiyallahu anhu menjawab:
طَلَبْتُ الْغَيْثَ بِمَجَادِيْحِ السَّمَاءِ الَّتِي يَسْتَنْزِلُ بِهَا الْقِطْرَ
Aku telah meminta hujan menggunakan kunci-kunci pengendali langit, yang dengan akan diturunkan hujan.
Kemudian beliau membaca firman-Nya (yang artinya),” Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabb kalian, karena sesungguhnya Dia adalah Sang Maha Pengampun-!’ Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anak kalian, dan mengadakan untuk kalian kebun-kebun, serta mengadakan (pula di dalamnya) untuk kalian sungai-sungai. (Nûh/71:10-12). Riwayat ini disebutkan oleh al-Qurthubi dan Ibnu Katsir dalam tafsir mereka.
Generasi tabi’in pun memberikan teladan dalam pengamalan ayat yang mulia ini. Dikisahkan bahwa al-Imam al-Hasan al-Bashri, ketika beliau rahimahullah didatangi oleh seorang lelaki dan mengeluhkan paceklik serta kemarau yang panjang. Kemudian beliau rahimahullah menasehatkan agar beristighfâr dan memohon ampunan atas dosa-dosanya. Kemudian datang lagi orang lain seraya mengeluhkan kefakiran serta kemeleratannya. Lalu beliau pun menasehatkan agar beristighfâr dan memohon ampunan atas dosa-dosanya. Pernah datang orang yang lain pula seraya mengeluh karena belum dikaruniai anak dan keturunan, maka beliau pun menasehatkan agar beristighfâr dan memohon ampunan atas dosa-dosanya. Juga datang orang yang lain seraya mengeluhkan kegagalan pertaniannya, beliau pun menasehatkan agar beristighfar dan memohon ampunan atas dosa-dosanya. Akhirnya, beliau pun ditanya, “Kenapa setiap orang yang kepada anda mengeluhkan keadaannya, selalu anda menasehati mereka agar memperbanyak istighfâr ?” Beliau menjawab :
مَا قُلْتُ مِنْ عِنْدِي شَيْئاً، إن الله تَعَالَى يَقُوْلُ فِي سُوْرَةِ نُوْحٍ
Tidak sedikitpun yang aku katakan itu yang bersumber dari diriku, sesungguhnya Allâh berfirman dalam surat Nuh, (yang artinya), “Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabb kalian, karena sesungguhnya Dia adalah Sang Maha Pengampun-!’ Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anak kalian, dan mengadakan untuk kalian kebun-kebun, serta mengadakan (pula di dalamnya) untuk kalian sungai-sungai. [Nûh/71:10-12]
Jika demikian, kehebatan istighfar, serta begitu besar dan luas pengaruhnya dalam kehidupan manusia, maka tampak bagi kita, bahwa tidak seorang pun yang tidak membutuhkan istighfâr, bahkan Rasûlullâh yang mulia setiap harinya beristighfâr 70 kali, sebagaimana Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam jelaskan dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَاللَّهِ إِنِّى لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِى الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً
Demi Allâh, sesungguhnya aku beristighfâr dan bertaubat kepada Allâh lebih dari 70 kali dalam sehari.” [HR. Bukhâri, no. 6307]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah dijamin masuk surga, dosa-dosanya yang terdahulu maupun yang akan datang sudah diampuni, termasuk makhluk yang paling dicintai Allah Azza wa Jalla, ternyata sedemikian banyak dalam keseharian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon ampunan atas dosa-dosanya. Kita sebagai umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak dijamin masuk surga, tidak dijamin diampuni dosa-dosa kita, tentunya kita lebih butuh untuk beristighfâr dan memperbanyaknya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan motivasi :
مَن أَكْثَرَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجاً، وَمِنْ كُلِّ ضَيْقٍ مَخْرَجاً، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allâh merubah setiap kesedihannya menjadi kegembiraan; Allah Azza wa Jalla memberikan solusi dari setiap kesempitannya (kesulitannya), dan Allâh anugerahkan rizki dari jalur yang tiada disangka-sangka. [HR. Ahmad dan al-Hakim]
Dengan demikian, apapun kesulitan kita, apapun kesedihan yang kita rasakan, apapun kegundahan yang menghantui kita, maka solusinya adalah memperbanyak istighfâr. Bahkan dalam urusan dunia, kemiskinan dan belum adanya keturunan, maka jalan keluarnya adalah memperbanyak permohonan ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas dosa-dosa kita.
Semoga kita dijadikan oleh Allâh sebagai hamba-hamba-Nya yang bisa mengisi dan memenuhi detik-detik sisa hidup kita dengan memperbanyak istighfâr dan memohon ampunan atas semua kesalahan dan dosa, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Amiin.
Sungguh rugi ! orang yang tidak membasahi lisannya dengan istighfâr.
Sungguh rugi manusia yang tidak sibuk menggugurkan dosa-dosanya dengan istighfâr.
Sungguh rugi bani Adam yang tidak berusaha meninggikan derajatnya dengan istighfâr.
Sementara, waktu terus bergulir, zaman terus berganti, yang pergi tidak akan pernah kembali. Umur terus bertambah, pertanda ajal semakin dekat, sampai akhirnya pintu taubat ditutup rapat.
Istighfar adalah solusi dari semua problem dan masalah yang kita hadapi, bahkan salah satu sumber kebahagiaan yang kita idamkan. Akan tetapi perlu diingat, tidak semua istighfâr bermanfaat bagi pelakunya. Istighfâr yang bermanfaat yaitu istighfâr, permohonan ampun yang jujur yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam, yang benar-benar menyesali perbuatan dosanya. Istighfâr dengan lisan, lalu disetujui oleh sanubari, seraya bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosa, serta dibuktikan dengan anggota badan dengan berhenti dari segala kemaksiatan. Istighfâr model inilah yang bakal bisa menjadi sebab bebasnya kita dari segala kesedihan dan kesempitan, bahkan mengundang rizki dari Allah Azza wa Jalla melalui jalur yang tiada kita sangka-sangka.
Semoga kita dianugerahi Allâh hidayah, taufiq dan kekuatan untuk menjadi hamba-hamba-Nya yang pandai memperbanyak istighfâr dengan penuh kejujuran, sehingga kebahagiaan dan kenikmatan senantiasa meliputi kita di dunia dan di akherat. Amiin. (Abul Barokaat Lc)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3824-istighfar-kunci-rizki-yang-terlupakan.html